USWAH
HASANAH
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mangharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(QS. Al Ahzab: 21)
Islam
memberikan tuntunan pada manusia untuk bertindak dalam melakukan berbagai upaya
pendidikan, salah satu tindakan itu diperankan seseorang yang harus ditiru
kebaikannya dengan bentuk peniruan model. Sebagaimana Allah memberikan contoh
teladan Bagi manusia untuk dapat ditirunya dengan sempurna. Contoh model itu diperankan
oleh utusan-Nya, yaitu para Nabi dan Rasul. Dalam Islam model teladan itu bagi
manusia hanya dapat diperankan tugasnya oleh manusia itu sendiri. Tuhan tidak
dapat memerankan tugas manusia sebagai teladan untuk diikuti manusia. Melainkan
mengutus wakilnya yang diperankan oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu Ia
mengutus Rasul-Nya dan dijadikannya pemeran tugas-tugas ketuhanan dan menjadi
model untuk dapat ditiru oleh manusia itu sendiri. Hal itu terdapat pada
ungkapan kata Al-Qurān dengan istilah uswah ḥasanah (suri teladan yang
baik). Sekarang model-model manusia sebagai utusan Tuhan itu telah tidak ada.
Semua sudah wafat dan pulang ke rahmat-Nya. Oleh sebab itu kenyataannya
generasi muda, anak didik sekarang ini kurang mendapatkan perhatian pada idola
dari tokoh yang telah tiada di dunia ini. Bahkan tokoh keagamaan seperti Nabi
dan Rasul sekalipun. Berkurangnya perhatian yang baik dan utama pada ceritera
atau sejarah Nabi dan Para Nabi sebagai tokoh spiritual keagamaan. Termasuk
berkurangnya pendidikan kaum muslimin pada pendidikan khusus dalam kelembagaan
Islam seperti Pesantren, Surau, dan Pendidikan Islam di Timur tengah sebagai
pusat pendidikan Islam. Dibanding dengan semangat dan kenyataan minat para
pelajar kita ke Negara-negara lain (khususnya Barat).
Dari sejak Nabi Muhammad lahir ke dunia, beliau
selalu dapat dijadikan teladan baik bagi siapapun. Bangsa Arab pun memberikan
gelar kepercayaan tinggi kepada beliau sebagai orang muda yang jujur dapat
dipercaya (Al-Amīn). Sehingga Allah sendiri menganugerahinya dengan
julukan pemilik Akhlak yang agung (Ibn Hisyām, 1981):
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ
عَظِيمٍ (٤)
Dan sesungguhnya
kamu benar-benar berbudi pekerti (akhlak) yang agung (Q.S. Al-Qalam, 68:4).
Setelah beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul,
umatnya dituntun ke dalam kehidupan yang baik dan beliau sebagai suri teladan
bagi mereka. Sampai sekarang tidak ada orang yang tingkah lakunya menjadi
teladan umat yang amat besar. Biografi dan segala macam delik kehidupannya dituliskan
secara detail dan terperinci dalam berbagai kitab besar Ḥadīṡ dengan
periwayatan yang terhubung sampai para penulisnya.
Ditinjau dari sudut pandang landasan filosofis,
legalisasi Uswah ḥasanah itu terdapat dalam Al-Qur`ān dengan ayat-ayat
antara lain:
1. Q. S. 33:21
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (berjumpa dengan) Allah, (meyakini) Hari Akhir, dan banyak
menyebut Allah (banyak
berzikir).” (Q.S. Al-Aḥzāb, 33:21)”.
2. Q. S. 60:4
”Sesungguhnya telah ada suri
tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri
daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian
buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan
Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi
kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah".
(Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali " (Al-Mumtaḥanaħ, 60:4) ”.
3. Q. S. 60:6
”Sesungguhnya pada mereka itu
(Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang
yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan
Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi
Maha Terpuji (Al-Mumtaḥanaħ, 60:6) ”.
Setiap manusia baik orang tua maupun anak-anak pada dasarnya memerlukan
suri tauladan dan bentuk model bagaimana manusia yang baik itu harus ditirukan.
Semua orang dengan berbagai peran dan profesi masing-masing memerlukan suri
teladan. Pemimpin memerlukan figur yang baik dari pemimpin terdahulu yang
sukses, guru memerlukan model guru yang sukses sebelumnya, demikian juga
pedagang, petani, peternak, pelaut, dan profesi lainnya.
Dalam mendidik diperlukan media yang penting untuk menyampaikan materi
pelajaran agar lebih dapat menarik perhatian kepada apa yang menjadi pelajaran.
Maka tuntunan yang baik, perilaku terpuji, dan sifat-sifat akhlak suci antara
lain merupakan Uswah Ḥasanah untuk para anak didik akan sangat bernilai
penting. Pemberian contoh konkret yang langsung akan lebih menarik karena kesan
yang ditimbulkan mengakibatkan terjadinya segala macam tingkah laku dan sikap
ini yang diperlukan dibanding hanya dengan menyampaikan materi secara oral (Bakkār, n.d.).
Islam dapat menyebar sampai ke seantero dunia berkat tuntunan yang baik
dari kaum muslimin yang mengesankan pandangan non muslim sampai dengan suka
rela memeluk agama ini. Maka Uswah Ḥasanah yang direalisasikan dalam
riwayat hidup kaum muslimin penyebar Islam itu hakikatnya adalah da’waħ nyata
implementasi dari murninya fitrah dan terangnya akal membawa pada kebenaran
Allah dari Uswah Ḥasanah itu (Ḥumayd,
2011: 7-8).
Uswah ḥasanah dalam Islam ada dua:
1.
Uswah ḥasanah mutlak: Yang terjamin bersih dari berbagai
kesalahan maupun kekeliruan, yaitu ada pada sosok Rasūl Alláh saw. sebagai suri
teladan yang agung, luhur, pemilik
kesempurnaan Akhlak, serta punya biografi yang menakjubkan.
2.
Uswah ḥasanah terbatas: adalah suri teladan yang ada pada
makhluk Alláh yang lainnya, hal ini karena tidak ada jaminan seperti pada Nabi
SAW. Orang-orang tersebut adalah orang-orang ṣaliḥin dan muttaqīn
(Ḥumayd, 2011).
Pembelajaran Dengan Uswah ḥasanah
adalah metode pembelajaran yang paling efektif dibanding metode lainnya
yang pernah ada. Karena dalam pembelajaran
Uswah ḥasanah paling mendekatkan pada keberhasilan tujuannya.
Allah melekatkan kepribadian
Rasul-Nya dalam gambaran yang sempurna sebagai ajaran Islam dan juga sebagai
lukisan yang abadi sepanjang sejarahnya. Ia membelajarkan kaum muslimin
sepanjang sejarah dunia ini sebagai pelopor pendidikan Islam dengan sosok guru
yang membelajarkan anak didik dengan sangat efektif. Cara pandang melalui
tuntunan keteladanan ini seperti bagaimana Rasul membelajarkan ibadah, ṣalat,
dan tingkah laku sikap yang memberikan motivasi dengan imbalan pahala dari
mengikuti jejak (sunnah) yang baik untuk mencapai tujuan pembelajarannya.
Demikian ini berlangsung pasti sampai hari kiamat (Al-Naḥlawī,
1992: 254).
Tampak sangat jelas bahwa
pendidikan dengan Uswah ḥasanah akan lebih berhasil dan paling berguna
dalam metode pembelajaran apapun. Sebagai contoh, membelajarkan anak yang
didorong untuk melaksanakan salat berjamaah apabila orang tuanya atau gurunya
selalu terlihat di mata anak dan anak didiknya itu selalu melakukan salat dan
mengagungkan berjamaah. Tanpa Uswah ḥasanah ini maka tidak ada gunanya
mendidik, karena tidak akan ada kesan contoh, teladan dan tuntunan yang dapat
diikutinya (Ḥumayd, 2011: 232)
Persyaratan Utama menjadi manusia
dengan Uswaħ Ḥasanaħ (Ḥumayd, 2011:
12-34):
1.
Bāṭiniaħ
terdiri dari tiga pilar: Iman, Ikhlas, dan Ibadah:
2.
Sifat Lahiriah Akhlak Baik yang akan diimplementasikan dalam proses
sepanjang hidup pendidik antara lain: Jujur, Sabar, Kasih sayang (Raḥmaħ),
Rendah hati (Tawaḍḍu’), Santun (Rifq),
dll. (Ḥumayd, 2011):
Uswaħ ḥasanaħ dan tuntunan yang baik yang mesti diemban
manusia muslim mestinya memperhatikan hal-hal tindakan Akhlak sebagai berikut:
1.
Berakhlak baik yang
sempurna (sesuai dengan misi Nabi):
2.
Memiliki Kesesuaian Ucapan dan Tindakannya.
3. Menjauhi
tempat-tempat dan sumber-sumber ketidak baikan bagi kemanusiaan yang
menimbulkan berbagai kecurigaan/ tempat maksiat.
Konsep model uswaħ ḥasanaħ yang
komprehensif di dalam Islam diperankan langsung oleh Nabi Muhammad sebagai
sosok yang dapat ditiru segala macam detail kehidupannya. Keparipurnaan
suri teladan ini sangat terperinci dalam sejarah biografi beliau dan puluhan
kitab besar Ḥadīṡ. Perilaku yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw sesuai
yang diharapkan dari pendidik siapa pun. [ef.]
Suplemen 5
Mengenalnya Lebih Dekat...
Telah dikeluarkan oleh Ya'kub
bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai
pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah dan aku tahu beliau sangat
pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, aku ingin sekali tahu sifat Rasulullah supaya aku dapat mencontohinya, maka dia berkata: Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung
yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam
purnamanya. Bila berjalan kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya
orang yang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan,
langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang. Bila
menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda
lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang
baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama. Selalu berjalan beriringan
dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulai salam kepada siapa yang
ditemuinya.
Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah
kepadaku mengenai kebiasaannya! Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu
kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir,
tidak pernah beristirahat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan,
banyak diamnya. Kata-katanya penuh mutiara, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan
atau kekurangan. Lemah lembut, tidak kasar
atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil. Tidak pernah
mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya. Tiada seorang
dapat meredakan marahnya, apabila kebenaran dihinakan.
Baginda tidak pernah marah
untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya. Bila baginda
marah, baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah. Bila baginda
gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan
bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.
Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku
juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia
menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan
apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu
bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu
bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu
terpenuhi dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu
untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun
dibedakan dari yang lain. Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda
selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk
dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama.
Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka
baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang
berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum,
menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan
untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah
siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa
menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri..”
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat
ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun
mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Mereka tiada
berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari
majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal agamanya.
Nabi di
luar rumah
Berkata Al-Hasan r.a. lagi:
Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar rumah, dan apa yang dibuatnya?
Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya,
kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah
kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan
ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang
layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda
senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain
mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan
sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita
orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan,
dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan. Baginda senantiasa bersikap
pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai
supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan
terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyimpang dari kebenaran, orang-orang
yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik akhlaqnya,
yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat,
yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan
membantu dalam keadaan apa pun.
Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya
lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya? Jawabnya:
Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun
daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah
memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu
tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah
baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti
itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua
orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu
merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada
orang yang datang kepadanya karena sesuatu keperluan, atau sesuatu masalah, baginda
terus melayaninya dengan penuh kesabaran hingga orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pemah membiarkan
orang yang meminta suatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika
tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budi pekertinya sangat baik, dan
perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan
mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat
sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, sabar menunggu, amanah, tidak pemah
terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak
disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa,
semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati
yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya
pun lalu menanyakan tentang sikap Rasulullah SAW pada
orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah
Rasulullah SAW selalu periang, selalu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis,
tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak
bergurau atau omong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak
pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang
berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda
tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari
keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan
faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila Rasulullah
berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan khusu seolah-olah
burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila beliau berhenti berbicara, mereka
baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu
basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila
dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub.
Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat
kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mau mengalah
atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang
senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika
kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan
menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa
yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menyuruh
untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga
orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh
dari tempat itu.
Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi:
Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya:
Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Karena
adab sopan santun, karena berhati-hati, karena mempertimbangkan sesuatu di
antara manusia, dan karena bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah
karena persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun
tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul
pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Dan terkumpul
dalam pribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, yaitu: Suka membuat
yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-hal yang
berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, supaya dapat dicontoh oleh yang lain.
Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain.
Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan
melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat untuk ummatnya, baik dunia
ataupun akhirat.
Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275