Uswah Hasanah

by - Januari 28, 2019


USWAH HASANAH
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mangharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(QS. Al Ahzab: 21)
Islam memberikan tuntunan pada manusia untuk bertindak dalam melakukan berbagai upaya pendidikan, salah satu tindakan itu diperankan seseorang yang harus ditiru kebaikannya dengan bentuk peniruan model. Sebagaimana Allah memberikan contoh teladan Bagi manusia untuk dapat ditirunya dengan sempurna. Contoh model itu diperankan oleh utusan-Nya, yaitu para Nabi dan Rasul. Dalam Islam model teladan itu bagi manusia hanya dapat diperankan tugasnya oleh manusia itu sendiri. Tuhan tidak dapat memerankan tugas manusia sebagai teladan untuk diikuti manusia. Melainkan mengutus wakilnya yang diperankan oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu Ia mengutus Rasul-Nya dan dijadikannya pemeran tugas-tugas ketuhanan dan menjadi model untuk dapat ditiru oleh manusia itu sendiri. Hal itu terdapat pada ungkapan kata Al-Qurān dengan istilah uswah ḥasanah (suri teladan yang baik). Sekarang model-model manusia sebagai utusan Tuhan itu telah tidak ada. Semua sudah wafat dan pulang ke rahmat-Nya. Oleh sebab itu kenyataannya generasi muda, anak didik sekarang ini kurang mendapatkan perhatian pada idola dari tokoh yang telah tiada di dunia ini. Bahkan tokoh keagamaan seperti Nabi dan Rasul sekalipun. Berkurangnya perhatian yang baik dan utama pada ceritera atau sejarah Nabi dan Para Nabi sebagai tokoh spiritual keagamaan. Termasuk berkurangnya pendidikan kaum muslimin pada pendidikan khusus dalam kelembagaan Islam seperti Pesantren, Surau, dan Pendidikan Islam di Timur tengah sebagai pusat pendidikan Islam. Dibanding dengan semangat dan kenyataan minat para pelajar kita ke Negara-negara lain (khususnya Barat).

Dari sejak Nabi Muhammad lahir ke dunia, beliau selalu dapat dijadikan teladan baik bagi siapapun. Bangsa Arab pun memberikan gelar kepercayaan tinggi kepada beliau sebagai orang muda yang jujur dapat dipercaya (Al-Amīn). Sehingga Allah sendiri menganugerahinya dengan julukan pemilik Akhlak yang agung (Ibn Hisyām, 1981):


وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (٤)
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti (akhlak) yang agung (Q.S. Al-Qalam, 68:4).

Setelah beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul, umatnya dituntun ke dalam kehidupan yang baik dan beliau sebagai suri teladan bagi mereka. Sampai sekarang tidak ada orang yang tingkah lakunya menjadi teladan umat yang amat besar. Biografi dan segala macam delik kehidupannya dituliskan secara detail dan terperinci dalam berbagai kitab besar Ḥadīṡ dengan periwayatan yang terhubung sampai para penulisnya.
Ditinjau dari sudut pandang landasan filosofis, legalisasi Uswah ḥasanah itu terdapat dalam Al-Qur`ān dengan ayat-ayat antara lain:
1.    Q. S. 33:21
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (berjumpa dengan) Allah, (meyakini) Hari Akhir, dan banyak menyebut Allah (banyak berzikir).” (Q.S. Al-Aḥzāb, 33:21).

2.    Q. S. 60:4
”Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali " (Al-Mumtaḥanaħ, 60:4) ”.

3.    Q. S. 60:6
”Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji (Al-Mumtaḥanaħ, 60:6) ”.

Setiap manusia baik orang tua maupun anak-anak pada dasarnya memerlukan suri tauladan dan bentuk model bagaimana manusia yang baik itu harus ditirukan. Semua orang dengan berbagai peran dan profesi masing-masing memerlukan suri teladan. Pemimpin memerlukan figur yang baik dari pemimpin terdahulu yang sukses, guru memerlukan model guru yang sukses sebelumnya, demikian juga pedagang, petani, peternak, pelaut, dan profesi lainnya.

Dalam mendidik diperlukan media yang penting untuk menyampaikan materi pelajaran agar lebih dapat menarik perhatian kepada apa yang menjadi pelajaran. Maka tuntunan yang baik, perilaku terpuji, dan sifat-sifat akhlak suci antara lain merupakan Uswah Ḥasanah untuk para anak didik akan sangat bernilai penting. Pemberian contoh konkret yang langsung akan lebih menarik karena kesan yang ditimbulkan mengakibatkan terjadinya segala macam tingkah laku dan sikap ini yang diperlukan dibanding hanya dengan menyampaikan materi secara oral (Bakkār, n.d.).
Islam dapat menyebar sampai ke seantero dunia berkat tuntunan yang baik dari kaum muslimin yang mengesankan pandangan non muslim sampai dengan suka rela memeluk agama ini. Maka Uswah Ḥasanah yang direalisasikan dalam riwayat hidup kaum muslimin penyebar Islam itu hakikatnya adalah da’waħ nyata implementasi dari murninya fitrah dan terangnya akal membawa pada kebenaran Allah dari Uswah Ḥasanah itu (Ḥumayd, 2011: 7-8).
Uswah ḥasanah dalam Islam ada dua:
1.     Uswah ḥasanah mutlak: Yang terjamin bersih dari berbagai kesalahan maupun kekeliruan, yaitu ada pada sosok Rasūl Alláh saw. sebagai suri teladan yang agung, luhur,  pemilik kesempurnaan Akhlak, serta punya biografi yang menakjubkan.
2.     Uswah ḥasanah terbatas: adalah suri teladan yang ada pada makhluk Alláh yang lainnya, hal ini karena tidak ada jaminan seperti pada Nabi SAW. Orang-orang tersebut adalah orang-orang ṣaliḥin dan muttaqīn (Ḥumayd, 2011).

Pembelajaran Dengan Uswah ḥasanah adalah metode pembelajaran yang paling efektif dibanding metode lainnya yang pernah ada. Karena dalam pembelajaran  Uswah ḥasanah paling mendekatkan pada keberhasilan tujuannya.
Allah melekatkan kepribadian Rasul-Nya dalam gambaran yang sempurna sebagai ajaran Islam dan juga sebagai lukisan yang abadi sepanjang sejarahnya. Ia membelajarkan kaum muslimin sepanjang sejarah dunia ini sebagai pelopor pendidikan Islam dengan sosok guru yang membelajarkan anak didik dengan sangat efektif. Cara pandang melalui tuntunan keteladanan ini seperti bagaimana Rasul membelajarkan ibadah, ṣalat, dan tingkah laku sikap yang memberikan motivasi dengan imbalan pahala dari mengikuti jejak (sunnah) yang baik untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Demikian ini berlangsung pasti sampai hari kiamat  (Al-Naḥlawī, 1992: 254).
Tampak sangat jelas bahwa pendidikan dengan Uswah ḥasanah akan lebih berhasil dan paling berguna dalam metode pembelajaran apapun. Sebagai contoh, membelajarkan anak yang didorong untuk melaksanakan salat berjamaah apabila orang tuanya atau gurunya selalu terlihat di mata anak dan anak didiknya itu selalu melakukan salat dan mengagungkan berjamaah. Tanpa Uswah ḥasanah ini maka tidak ada gunanya mendidik, karena tidak akan ada kesan contoh, teladan dan tuntunan yang dapat diikutinya (Ḥumayd, 2011: 232)





Persyaratan  Utama menjadi manusia dengan Uswaħ Ḥasanaħ (Ḥumayd, 2011: 12-34):
1.     Bāṭiniaħ  terdiri dari tiga pilar: Iman, Ikhlas, dan Ibadah:
2.     Sifat Lahiriah Akhlak Baik yang akan diimplementasikan dalam proses sepanjang hidup pendidik antara lain: Jujur, Sabar, Kasih sayang (Raḥmaħ), Rendah hati (Tawaḍḍu’),  Santun (Rifq), dll. (Ḥumayd, 2011):
Uswaħ ḥasanaħ dan tuntunan yang baik yang mesti diemban manusia muslim mestinya memperhatikan hal-hal tindakan Akhlak sebagai berikut:
1.     Berakhlak baik yang sempurna (sesuai dengan misi Nabi):
2.     Memiliki Kesesuaian Ucapan dan Tindakannya.
3.     Menjauhi tempat-tempat dan sumber-sumber ketidak baikan bagi kemanusiaan yang menimbulkan berbagai kecurigaan/ tempat maksiat.

D.    Khatimah: Implementasi Model Jasmaniah dalam Pola Hidup Anak Didik
Konsep model uswaħ ḥasanaħ yang komprehensif di dalam Islam diperankan langsung oleh Nabi Muhammad sebagai sosok yang dapat ditiru segala macam detail kehidupannya.  Keparipurnaan suri teladan ini sangat terperinci dalam sejarah biografi beliau dan puluhan kitab besar Ḥadīṡ. Perilaku yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw sesuai yang diharapkan dari pendidik siapa pun. [ef.]




    Suplemen 5

Mengenalnya Lebih Dekat...

Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah dan aku tahu beliau sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, aku ingin sekali tahu sifat Rasulullah supaya aku dapat mencontohinya, maka dia berkata: Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya. Bila berjalan kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang yang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang. Bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama. Selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulai salam kepada siapa yang ditemuinya.

Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya! Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirahat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya. Kata-katanya penuh mutiara, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau kekurangan. Lemah lembut, tidak kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil. Tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya. Tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila kebenaran dihinakan.
Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya. Bila baginda marah, baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah. Bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.

Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuhi dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain. Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri..” Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal agamanya.

Nabi di luar rumah
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar rumah, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan. Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyimpang dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik akhlaqnya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam keadaan apa pun.

Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya karena sesuatu keperluan, atau sesuatu masalah, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hingga orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pemah membiarkan orang yang meminta suatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budi pekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang sikap Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang, selalu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau omong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila Rasulullah berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan khusu seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila beliau berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mau mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menyuruh untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.

Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Karena adab sopan santun, karena berhati-hati, karena mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan karena bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah karena persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Dan terkumpul dalam pribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, yaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-hal yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, supaya dapat dicontoh oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat untuk ummatnya, baik dunia ataupun  akhirat.

Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275



You May Also Like

0 komentar

Postingan Populer